18 Oktober 2025
Menjawab kegelisahan mahasiswa tingkat akhir mengenai prospek karir, Career Development and Assessment (CDA) IPB kembali bekerja sama dengan Himpunan Alumni Fakultas Peternakan (HANTER) menyelenggarakan Career Insight Fapet 2025. Acara ini secara khusus menghadirkan dua alumni muda Fapet untuk menginspirasi dan memberikan gambaran nyata dunia pasca kampus.
Dalam sambutannya, perwakilan HANTER, Iyep Komala, menekankan bahwa alumni Fapet memiliki rekam jejak yang kuat, baik di jalur profesional maupun sebagai wirausahawan. "Kami berharapnya bahwa lulusan Fakultas Peternakan lebih baik, banyaknya adalah jadi pengusaha," ujarnya, seraya memotivasi mahasiswa bahwa ilmu peternakan akan selalu terpakai, bahkan di bidang yang tampaknya tidak linear.
Acara ini menghadirkan dua narasumber dengan dua jalur karir yang berbeda: Kang Asep Aria, seorang profesional yang berkarir di korporasi, dan Kang Ridwan Herdian, seorang CEO yang membangun startup dari nol.
Kang Asep Aria, yang kini menjabat sebagai Farm Partnership Dept Head di PT Great Giant Livestock (GGL), lebih suka menyebut perjalanannya sebagai "survival story" ketimbang "success story". Ia menceritakan proses jatuh bangunnya, mulai dari 7 bulan bekerja administrasi di kampus setelah lulus, hingga akhirnya memutuskan keluar dari zona nyaman.
Karir profesional pertamanya di PT GGL, yang ia lamar melalui CDA IPB, membuka matanya. Sebagai lulusan Teknologi Hasil Ternak (THT) yang terbiasa di laboratorium, ia kaget saat harus berhadapan langsung dengan 15.000 ekor sapi. Di sanalah ia sadar bahwa di dunia kerja, kemampuan teknis tidak cukup. "Yang dibutuhkan bukan cuma keilmuan, tapi kita juga perlu komitmen, komunikasi, dan adaptasi," jelasnya, terutama saat harus memimpin 20 orang dengan latar belakang pendidikan dan budaya yang beragam.
Setelah berpindah-pindah perusahaan di berbagai pulau (Kalimantan hingga Sulawesi), Kang Asep akhirnya kembali ke perusahaan pertamanya, PT GGL, dengan jabatan manajerial. Kuncinya? "Networking ditambah dengan personal branding itu merupakan kunci sukses," tegasnya. Ia menekankan bahwa ia bisa kembali ke perusahaan lama karena keluar dengan baik-baik dan selalu menjaga reputasi.
Kang Ridwan Herdian, CEO Bens Farm (PT Tripta Abyapta Sentosa) yang juga peraih penghargaan startup terbaik IPB, memberikan gambaran jujur mengenai dunia wirausaha. Ia memaparkan tiga pilihan hidup setelah lulus: pengangguran, pekerja, atau pengusaha. "Saran dari kakak, sebelum kalian lulus, tentukan pilihanmu dari sekarang. Jangan pada saat baru lulus, baru direncanakan," ujarnya.
Ia mematahkan mitos bahwa menjadi pengusaha itu instan. "Bens Farm ini kurang lebih empat tahun sampai akhirnya bisa mencapai cuan (profit). Jadi, empat tahun pertama itu rugi. Karena apa? Karena persiapan terhadap model bisnisnya tidak berjalan dari awal," ungkap Kang Ridwan.
Strategi awal Bens Farm adalah "mencari aman" dengan memilih komoditas domba, yang persaingannya masih di level "akar rumput", tidak seperti ayam atau sapi yang sudah dikuasai korporasi besar. Kunci bertahannya adalah kreativitas. Kang Ridwan menjelaskan bagaimana ia mengubah satu komoditas (domba) menjadi delapan lini bisnis berbeda (kurban, aqiqah, daging karkas, domba guling, pakan, kemitraan, katering, hingga pupuk). "Masalah peternakan... bukan hanya dalam pemeliharaan ternaknya saja... masalahnya adalah bagaimana dalam memasarkan produk," katanya.
Ia juga menyarankan calon pengusaha untuk menggambar struktur manajemen, meskipun di awal semua posisi diisi oleh nama sendiri. "Bagian produksi, Ridwan. Bagian pemasaran, masih Ridwan. Bagian finance, masih Ridwan... sampai ke anak kandangnya, itu masih saya."
Sesi tanya jawab yang interaktif menggali lebih dalam tips praktis dari kedua narasumber. Menjawab pertanyaan tentang cara menjaga networking sehingga bisa kembali ke perusahaan lama, Kang Asep Aria memberikan dua tips sederhana: pertama, jangan putus kontak, sapa kabar sebulan sekali sudah cukup; dan kedua, jaga kredibilitas serta nama baik perusahaan lama di mana pun kita berada. Kang Asep juga membagikan perbandingan efisiensi kerja yang drastis; di Australia, 8 orang bisa mengurus 15.000 sapi, sementara di Indonesia untuk kapasitas yang sama perlu sekitar 70 orang.
Sementara itu, Kang Ridwan Herdian menjawab pertanyaan sulit tentang berbisnis dengan teman. Ia, yang membangun Bens Farm bersama teman sejak TK, menekankan pentingnya memilih teman yang sudah teruji "bibit bebet bobotnya" dan tahu sifatnya terhadap uang. Kunci utama menghindari konflik adalah kesepakatan bahwa "unek-unek" atau masalah tidak boleh ditahan lebih dari seminggu dan harus segera dibicarakan. Saat ditanya apakah lebih baik berbisnis sendiri atau berkelompok, Kang Ridwan memberi jawaban tegas, "Saran... kalau bisa sendiri, sendiri. Kalau semua bisa kamu tampung di kepala kamu... (karena) teman dari kecil juga bisa berantem kalau ada masalah uang." Ia juga menambahkan pentingnya membangun networking sejak kuliah dengan tidak hanya aktif di organisasi internal fakultas, tetapi juga organisasi eksternal.
Penulis : Ayu Aulia Fitriani Riyanto